Dianggap Lampaui Kewenangan, Nasdem Beberkan Poin-Poin Pelanggaran Konstitusi oleh MK

Jakarta – Partai Nasdem secara resmi menyatakan penolakan keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan skema Pemilihan Umum (Pemilu) Nasional dengan Pemilu Daerah mulai tahun 2029. Dalam pernyataan sikap yang dirilis, Nasdem menilai putusan tersebut tidak hanya melampaui kewenangan konstitusional MK, tetapi juga berpotensi menciptakan krisis ketatanegaraan yang serius.
Menurut Partai Nasdem, MK telah bertindak di luar mandatnya yang seharusnya hanya menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Dengan membuat norma baru terkait sistem pemilu, MK dianggap telah mengambil alih kewenangan legislatif yang seharusnya menjadi ranah DPR dan Presiden.
“MK telah memasuki wilayah open legal policy dan bertindak sebagai ‘legislator positif’, sebuah peran yang bukan kewenangannya,” demikian salah satu poin utama dalam pernyataan tersebut. “Tindakan ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang mendalam.”
Argumen utama penolakan Nasdem berpusat pada potensi pelanggaran Pasal 22E UUD 1945, yang secara eksplisit menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pemisahan skema ini dikhawatirkan akan mengacaukan siklus lima tahunan tersebut, terutama untuk masa jabatan anggota DPRD.
“Jika pemilihan anggota DPRD tidak dilakukan serentak setelah lima tahun masa jabatan berakhir, maka akan terjadi pelanggaran konstitusional. Perpanjangan masa jabatan tanpa pemilu akan menempatkan anggota DPRD bekerja tanpa landasan demokratis,” tegas partai tersebut.
Lebih jauh, Nasdem menuding MK telah bertindak tidak konsisten dengan putusan-putusan sebelumnya, sehingga melanggar prinsip kepastian hukum dan berisiko menggerus kepercayaan publik. Puncak dari kritik tersebut adalah tudingan bahwa MK, dengan mengubah sistem pemilu secara fundamental, telah melakukan “pencurian kedaulatan rakyat”.
Sebagai langkah konkret, Partai Nasdem mendesak DPR RI untuk segera mengambil sikap, meminta penjelasan resmi dari Mahkamah Konstitusi, dan menertibkan cara MK dalam menafsirkan norma-norma konstitusi agar tidak melampaui batas kewenangannya.
Hmd